Jumat, 18 Februari 2011

dulu PERNAH PUNYA

suatu malam sepasang suami istri baru selesai melakukan hubungan suami istri, sang suami merasa heran karena sang istri pegang-pegang terus TT sang suami….
Sang Suami  : “Sayang, kenapa… dari tadi koq pegang-pegang terus….???, masih mau nambah….???”
Sang Istri     : “Nggak koq sayang…”
Sang Suami : “Habis kenapa….??”
Sang Istri    : “Cuma kangen aja  koq sayang…?”
Sang Suami : “Kangen…..??”
Sang Istri   : “… Iya, aku juga dulu PERNAH PUNYA INI…., sebelum OPERASI…!!!!”
Sang Suami : #@*@*$@*@*@*@*@*@*….. GUBRAAAKKKKKKK…….
Sumber : Tidak Jelas,
Info       : cuma buat lucu-lucuan…. aja
SKS selalu :D :D :D :D

Senin, 14 Februari 2011

Mencopet Tuhan

Mencopet Tuhan

oleh Sai ELvarizie pada 08 Februari 2011 jam 22:53
Mencopet Tuhan



Baru kali ini saya mencopet. Tepatnya baru berencana. Tapi niat saya sudah bulat. Saat ini saya telah berada di dalam bis bergelantungan dengan mata yang melirik-lirik lincah. Saya tahu tidak ada pembenaran apapun untuk tiap alasan yang saya berikan atas usaha pencopetan saya ini. Tapi percayalah, saya benar-benar mentok. Sangat kepepet.
Kalau sekedar tidak punya nasi di rumah atau uang untuk jajan anak-anak sekolah, istri saya masih bisa memelas pada warung Bu Haji dan saya masih mungkin meminjam pada kakak saya setidaknya untuk 5.000 rupiah. Beres sudah, meski kadang tidak semudah itu. Masalahnya ini tentang sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Anak saya yang ketiga bakal terancam tidak dapat masuk SD sampai saya bisa melunasi uang pendaftarannya sebesar 325.000 rupiah. Padahal biaya lainnya sudah terpenuhi dan sebagiannya bisa dicicil. Katanya, biaya yang ini harus! Kalau tidak bisa membayar besok, calon murid lain sudah banyak mengantri. Dan saya tidak berani menghancurkan harapan anak saya untuk segera bersekolah apalagi jika saya mengingat betapa girangnya dia saat memamerkan seragam dan tas sekolah pemberian uwaknya.
“Arep mendi, Pak?” itu pertanyaan istri saya saat saya hendak beranjak pagi tadi.
“Jaluk utangan” jawab saya berbohong.
“Karo sapa maning?”
“Kang Usen.”
Saya memang mengada-ada. Hutang terakhir pada Kang Usen belum dibayar, malu saya kalau minta tambahan lagi. Mustahil saya kesana, lebih mustahil kalau jujur padanya kemana saya akan pergi.
****
Sasaran sudah saya dapat. Seorang ibu muda dengan tas besar bergantung pada pundaknya. Setangkup dompet kecil berasal dan kembali ke dalam sana saat kondektur menagih ongkos bis. Sekilas tertangkap lembaran ratusan ribu menyembul menggoda. Saya percaya jutaan setan sudah bergumul di sekitar saya. Lebih banyak dari pada jumlah sujud penuh permohonan yang saya ingat pernah terbuat. Saya berdosa. Ya, dan dosa terbesar saya adalah mati-matian membenarkan bahwa Tuhan Maha Mengetahui dan Maha Memaafkan. Mengetahui alasan mengapa saya sampai mencopet dan memaafkan jika saya nanti bertobat. Akibatnya saya tak merasa terlalu terbebani saat saya melancarkan aksi copet ini. Lagi pula saya sudah berjanji akan bersedekah jika saya dapat rejeki lebih sebagai salah satu cara penebus dosa. Sumpah demi Tuhan!
“Sunyaragi! Yang turun Sunyaragi?” kondektur berkoar. Ini kesempatan! Seorang bapak di bangku samping ibu muda itu bersiap turun. Terburu-buru! Sasaran saya cekatan siap mengisi bangku yang ditinggalkan. Tasnya menyerong berhadapan dengan tubuh saya. Oh, dompet itu sudah pada jarak dan situasi yang tepat untuk berpindah.
“Sebentar, Bu! Saya mau turun,” tukas bapak itu. Terjadilah desakan. Ibu itu khawatir sekali bekas tempat duduk sang bapak akan terisi oleh penumpang lainnya yang juga berdiri. “Maaf saya lewat dulu.”
Pergulatan berakhir. Bapak itu berhasil keluar dari bangku yang segara diduduki ibu muda itu. Bis berhenti, beberapa penumpang ikut turun di Sunyaragi. Saya masih di situ ketika bis kembali mulai melaju dan kegaduhan yang timbul kemudian.
“Copeeet…! Dompet saya dicopet!”
Bis kembali berhenti. Kondektur turun bergegas. Saya dan beberapa penumpang lain juga turut turun. Tapi saya tak ikut-ikutan mengejar dan memukuli bapak yang turun beberapa menit sebelumnya. Saya hanya berlalu menjauh, karena dompet itu ada pada saya.
***
Saya tidak tahu bagaimana cara menebus dosa yang seperti itu. Saya kira bersedekah tak kan pernah cukup untuk lelaki yang babak belur karena salah tuduh itu. Sebagian nasib buruknya terjadi karena perbuatan saya. Sepenuhnya saya akui itu memang kesalahan saya. Pada saat seperti ini saya ingat Tuhan. Ada satu masa saya akan menghiba ampun habis-habisan untuk dosa yang satu ini. Dan khusus untuk bapak itu, satu-satunya doa yang saya panjatkan buatnya adalah bahwa dia tidak memiliki anak seperti saya yang mungkin kecewa karena tak jadi bersekolah karena ketakmampuan biaya. Sebab saya berani bertaruh dengan wajah dan tubuh saya untuk menjadi sama babak belurnya asalkan uang sebesar 325.000 rupiah itu bisa termiliki untuk menebus senyum bahagia anak saya di hari pertama sekolahnya nanti. Saya tahu ini memang keterlaluan. Dan keterlaluan ini juga sebuah dosa. Akibatnya rasa itu terus merasuk dan menggedor-gedor hati saya sepanjang kaki saya melangkah menuju pulang. Sambil terus berpikir pada sebuah dosa lain sebagai penukar kejujuran saat menyerahkan isi dompet ini pada istri saya.
****
Baru sekali ini saya mencopet. Dan mungkin tak kan pernah lagi. Saya kecewa dengan cara Tuhan membalasnya. Istri saya jadi tak henti-hentinya menangis. Saya terbengong kosong. Anak ketiga saya terus meraung-raung menahan luka di wajahnya dan kakinya yang patah akibat tertabrak motor sepulang bermain.
****

MALEZ PULANG KARNA DAPET NILAI E DI MATA KULIAH,.,.,.,

MALEZ PULANG KARNA DAPET NILAI E DI MATA KULIAH,.,.,.,

oleh Sai ELvarizie pada 10 Februari 2011 jam 8:36
Sudah lewat jam 2 siang, ketika GW masuk ke ruangan DIA. Wajah GW  lesu. Bercampur bingung juga, dia rasa. gw lalu bercerita perihal masalah yang dihadapi . Oleh bagian TU FAKULTAS  gw tidak diperkenankan mengikuti ujian ulangan, karena tidak tercatat sudah melakukan registrasi untuk ujian tersebut. Si mahasiswa itu bilang, ia sudah melakukan registrasi secara online. Bagian akademik bilang, mungkin proses registrasinya belum selesai, sehingga tidak tercatat.
Singkatnya, gw  meminta kebijakan. gw meminta pengecualian. Setelah berkonsultasi dengan bagian akademik, akhirnya pengecualian itu tak dapat diberikan. Jadi, ia tetap tidak dapat ikut ujian.

gw tampak tambah lesu. Bermenit-menit gw diam saja di hadapannya. dia coba menghibur gw dengan mengatakan, bahwa gw masih punya satu kali kesempatan : ujian lisan. gw masih terus diam.

dia lalu mulai menanyakan hal-hal sederhana, seputar keluarga gw, dan keseharian gw. Untung gw mau bercerita. Sampai akhirnya dia tahu, bahwa gw rupanya tak berani pulang karena pasti akan mendapatkan murka besar dari  ayah lantaran tidak bisa ikut ujian. Mungkin murka yang satu ini akan lebih besar ketimbang murka sebelumnya saat ujian regulernya menghasilkan nilai E. Hmm, rupanya ia memiliki seorang ayah yang keras dan ‘galak’.

dia juga seorang ayah. Anaknya sulung hanya setahun saja lebih muda ketimbang gw. Tapi rasanya, boleh dibilang dia tak pernah memarahi anak-anaknya. Satu-satunya tegurannya yang agak keras adalah jika mereka tak segera beranjak sholat ketika waktu sholat telah tiba. Soal nilai akademik, dia tak merisaukannya. Soal pendidikan di sekolah, keinginannya sederhana saja. dia hanya ingin anak-anaknya terus belajar sampai maut nanti menjemputnya. Belajar apa saja yang bisa membuatnya menjadi lebih bermanfaat bagi semesta.

Tapi lain rumah, lain pula warnanya. dia bisa memahami kegundahan yang tengah dihadapi gw. Kalimat apa yang bisa dia sampaikan kepadanya agar dia kuat dan berani pulang? Kami, dia dan gw , tentu tak bisa terus berlama-lama di ruanganku. Sebentar lagi ada rapat yang perlu kuhadiri. dia berpikir akhirnya dia menemukan kalimat terbaik.

“Semua orang tak luput dari kesalahan. Kamu pulang saja, dan katakan kepada orangtuamu bahwa kamu salah. Tidak melakukan proses registrasi dengan benar. Minta maaf atas kesalahan itu. Sampaikan juga tekadmu untuk mengikuti ujian lisan dengan baik sehingga transkrip nilaimu bersih dari F. Ini no HP saya kalau-kalau orangtuamu ingin membicarakan soal ini dengan saya.”

Singkatnya, mau juga gw pulang. Tapi langkah gw sungguh lunglai. Mungkin solusi yang dia pikir terbaik, bukanlah sesuatu yang baik bagi gw. dia tak tahu.

saielvarizie....true of experience

BANGUN PAGI ITU INDAH,,,,TAPI GAK BUAT PENGANGGURAN,.,...,

BANGUN PAGI ITU INDAH,,,,TAPI GAK BUAT PENGANGGURAN,.,...,

oleh Sai ELvarizie pada 10 Februari 2011 jam 9:12
Kurang 15 menit jam 6 pagi..
Suasana rumah masih sunyi,sepi,senyap,penghuninya masih ada yang terlelap sebagian dan sisanya ada yang sudah bangun dari tadi tapi masih malas keluar dari kamar atau mungkin tidur lagi usai salat subuh.
Seperti Gw ,biasanya usai salat subuh pasti tidur lagi tapi kali ini gw memaksakan diri walaupun harus mematikan alarm hp berkali-kali,melawan sisa-sisa kantuk yang masih menyerang dan pada akhirnya inilah aku di teras rumah menikmati suasana pagi yang (masih) damai.
Ternyata bangun pagi itu indah..
Hehee..
Besok dan seterusnya insya Allah bangun pagi terus.
tapi,,,gak enaknya,,,,pas bangun pagi,,,cuma nunggui matahari nongol nyampe diatas kepala,,, masa tiap hari kudu gitu gitu aja,,,,sebenarnya bangun pagi itu indah ,,,tapi gak buat pengangguran,,,,
coz gw masih nganggur.,....selesai nulis ini jam 8.00,,,yawdah gw lanjut tidur agi..
hahay daaachhhhh.

saielvarizie di depan sekret unisaspala

TEMPAT-TEMPAT TERKENAL DI KAMPUS UIA GW

TEMPAT-TEMPAT TERKENAL DI KAMPUS UIA GW

oleh Sai ELvarizie pada 14 Februari 2011 jam 15:43
siapa sich yg gak kenal ama UIA...
secara sepanjang jalan raya jatiwaringin menuju kali malah kudu lewatin kampus gw. Para pengendara mobil dan pengendara motordah tidak asing lagi melihat bangunan tua berlapis 8 lantai dan berwarna coklat yang menjadi tempat pusat pendidikan perguruan tinggi.

Namun ada yang lain kalau kita masuk ke pekarangan PLAZA UIA. Terlihat 2 pohon asem kembar menjulang tinggi menyamai lantai gedung tua berwarna coklat. Yaaaa!!! tempat itu adalah tempat yang paling indah di kampus ini, selain tempat nongkrong dan kongkow-kongkow, sering juga dipakai untuk berdiskusi dan dan kelas alam di bawah pohon asem itu.

Ada juga tempat teduh dan sejuk nan asri di PLAZA UIA yaitu beberapa pasang pohon mangga yang melingkari area kampus,,,,,sampai-sampai ada sebutan untuk tempat ini,,,mahasiswa biasa menjulukinya ,,,mangga 1, mangga 2, mangga, 3 dan seterusnya sesuai jumlah pohon tersebut. hahahahaha ada ada saja.

Selanjutnya, ada bata putih dan bata merah. Adalah tempat yang paling sering dikunjungi dan disinggahi oleh para mahasiswa. Selain Ubin dan Keramik putih bersih, tempat ini sangat teduh, Asyiknya buat ngobrol dan ngopi, ada juga sich yang PACARAN,,,,hehehehe biase anak mude,,,,

Kalo bata merah paling sering digunakan untuk internetan bagi mereka yang pencinta akses internet.. karna tempat itu memiliki jaringan hotspot termudah dan tercepat.

Naah itulah tempat- tempat tekenal di kampus gw. tempatnya sejuk, indah, enak buat nongkrong, berdiskusi dan dan kelas alam,,,,pokoknya mau ngapain aja juga enak dah,,,,

yang jelas, tempat sederhana itu gak kalah mewah dibanding tempat bernaung parapejabat-pejabat rektoriat kampus.
Bangunan sederhana itu bisa terlihat mewah dibanding tempat mewah tapi hanya berisi oleh orang-orang berpangkat.\>

TULISAN INI DITULIS OLEH
SAIELVARIZIE
DITEMANI 2 POHON ASEM KEMBAR...

UNTUK UIA DARI MAHASISWA-NYA

SILAHKAN KOMMENT

Jumat, 21 Januari 2011

Anak Muda dan Bahasa Alay


A : N4nt1 50re ud 4d4 4cr4 g4? B : Gk, ‘loM 4d4, knp? A : M0 Nnt0n sm W 94k? B : Bwleh, y03ks.. :-))
Yang Anda lihat di atas sama sekali bukan kode bahasa rahasia intelijen. Tapi sekadar gaya bahasa tulis yang sedang populer di kalangan anak muda sekarang ini. Gaya bahasa ini mudah Anda jumpai di SMS yang ada di handphone mereka, atau pada status dan wall Facebook anak-anak muda.

Mungkin Anda akan langsung merasa sebal atau malah pusing membacanya. Namun, jika sudah bisa menebak artinya, Anda jangan keburu senang dulu. Sebab tidak selamanya Anda langsung bisa paham maksudnya.
Persoalannya, tidak ada kaidah tetap untuk bahasa-bahasa ini. Satu-satunya aturan adalah justru ketidakaturan itu sendiri. Jangan dibahas apa rumusnya “gue” bisa menjadi: gw, W, atau malah G saja. Belum lagi untuk menyatakan ekspresi, kemungkinannya semakin tidak terbatas. Contohnya untuk tertawa, jika Anda hanya mengenal hehehe… atau he3x, sekarang ada wkwkwk, xixixi, haghaghag, dan sebagainya. Jangan bayangkan pula bagaimana ini mau diucapkan secara lisan, karena untunglah ini hanya bahasa tulis.
Awal mula kemunculan bahasa rumit ini tak lepas dari perkembangan SMS atau layanan pesan singkat. Namanya pesan singkat, maka menulisnya jadi serba singkat, agar pesan yang panjang bisa terkirim hanya dengan sekali SMS. Selain itu juga agar tidak terlalu lama mengetik dengan tombol handphone yang terbatas. Awalnya memang hanya serba menyingkat. Kemudian huruf-huruf mulai diganti dengan angka, atau diganti dengan huruf lain yang jika dibaca kurang lebih menghasilkan bunyi yang mirip.
Belakangan, bukannya disingkat malah dilebih-lebihkan, seperti “dulu” menjadi “duluw”. Ketika jejaring sosial lewat internet datang sebagai media baru yang mewabah, budaya menulis pesan singkat ini terbawa dan makin hidup di situ. Lambat laun ini menjadi semacam sub budaya dalam cara berkomunikasi anak muda yang kemudian disebut sebagai Anak Alay, dengan Bahasa Alay sebagai intangible artefact-nya.
Ada sumber yang menyebutkan, alay ini berasal dari singkatan “anak layangan”, yang punya asosiasi pada anak muda tukang kelayapan, atau anak kampung yang berlagak mengikuti tren fashion dan musik. Ada lagi yag sekadar merujuk pada anak muda yang demi mendapatkan pengakuan di tengah lingkungan pergaulan akan melakukan apa saja, dari meniru gaya pakaian, gaya berfoto dengan muka yang sangat dibuat-buat, hingga cara menulis yang dibuat “sok” kreatif dan rumit seperti di atas.
Fenomena bahasa alay itu sendiri mengingatkan pada fenomena bahasa gaul yang hampir selalu ada pada setiap generasi anak muda. Bahasa-bahasa gaul yang tidak serta merta hilang terkubur dibawa peralihan generasi. Seperti “bokap” atau “nyokap”, jejak bahasa prokem yang tentu Anda masih sering dengar dalam bahasa percakapan saat ini.
Menengok lebih jauh lagi ke belakang, generasi eyang-eyang yang besar di kawasan segitiga Yogyakarta-Solo-Semarang era tahun empatpuluhan sampai limapuluhan pernah menciptakan apa yang mereka namakan bahasa rahasia, dengan menyisipkan “in” di antara huruf mati dan huruf hidup. Jadi jika ingin mengatakan “mambu wangi” (bau harum) akan menjadi “minambinu winangini”. Untuk yang advance, bahasa “in” ini dibuat lebih sulit lagi dengan memenggal bagian belakang. Sehingga “mambu wangi” cukup menjadi “minam winang”.
Di era delapanpuluhan, bahasa rahasia ini nyaris punah. Peninggalannya hanya tersisa pada bahasa lisan para eyang. Meski demikian melalui media radio sempat ada upaya reproduksi bahasa ini untuk penyebutan “cewek” jadi “cinewine”. Ingat? Di era delapanpuluhan ini yang lebih terkenal adalah bahasa prokem. Rumusnya adalah menyisipkan bunyi “ok” dan penghilangan suku kata terakhir. Seperti “bapak” jadi “bokap”. Dibandingkan bahasa rahasia Jawa, aturan atau rumus untuk bahasa “okem” ini lebih tidak beraturan lagi. Kaidahnya jadi irregular seperti “mobil” jadi “bo’il”, atau “dia” jadi “doi” atau “doski”, atau yang termasuk jauh, “makan” jadi “keme”. Jujur saja, Anda yang merasa senior pun masih menggunakan bahasa-bahasa ini untuk kalangan Anda sendiri bukan?
Di era sembilanpuluhan anak muda Yogyakarta membuat bahasa walikan, yaitu menukar huruf-huruf dalam urutan alfabet Hanacaraka. Rumusnya, ha-na-ca-ra-ka bertukar dengan pa-dha-ja-ya-nya, sementara da-ta-sa-wa-la bertukar dengan ma-ga-ba-tha-nga. Akibatnya, huruf “m” jadi “d”, huruf “t” jadi “g”. Contohnya, “matamu” menjadi “dagadu”, seperti merek industri kaos terkenal yang digemari anak muda di Yogya. Bahasa walikan ini awalnya muncul sebagai bahasa gaul di lingkungan kampus, sebagai respon terhadap masuknya pengaruh kultur baru yang dibawa para mahasiswa dari luar kota Yogyakarta.
Jika bahasa walikan adalah respon kultural anak muda terhadap perubahan yang datang dari luar, dan bahasa prokem punya konteks perlawanan anak muda urban kelas menengah terhadap hipokrisi orang dewasa, maka bahasa alay saat ini lebih mencerminkan kultur yang arbitrer, serba acak dan suka suka. Penyebabnya, teknologi komunikasi dan informasi dengan jejaring informasi betul-betul membuat dunia lebih datar, seolah-olah tiap individu bebas untuk mengusung produk budaya masing-masing. Sehingga de facto tidak ada aturan yang benar-benar dianut secara baku seperti tampak dari bentuk bahasa alay yang tidak beraturan itu. Buat Anda generasi dewasa jangan merasa tertinggal jika Anda tidak mampu mengejar istilah-istilah baru ini. Karena semakin dikejar, semakin banyak yang muncul lebih aneh lagi, sama banyak dengan yang tersisih karena dianggap lawas dan “jadul”.
74d1, 5l4m4t d4t4n9 d1 dun14 a1ay!

bismillah...

Janganlah dikira kehidupan ulama sehari-hari selalu serius. Kadangkala mereka juga bergurau dan berkelakar. Ada beberapa cerita tentang gurau canda para ulama kontemporer yang pernah ana baca. Berikut ana kutip sebagian diantaranya :

1. Ada seorang pemuda penuntut ilmu naik kereta bersama Syaikh Albani. Syaikh Albani mengemudikan keretanya dengan laju, sehinggakan pemuda tersebut merasa takut. Lalu pemuda itu menegur Syaikh Albani dengan berkata : “Ya Syaikh, janganlah terlalu laju, mengemudi seperti ini hukumnya tidak boleh, dan Syaikh bin Baz kata hal seperti ini termasuk menjerumuskan dalam kebinasaan”. Mendengar kata-kata pemuda itu, Syaikh Albani tertawa dan berkata : “Fatwa (Syaikh bin Baz) tersebut keluar dari seorang yang tidak pernah merasakan sedapnya mengemudi dengan laju!”. Pemuda itu berkata “ Syaikh, saya akan laporkan perkataan ini kepada Syaikh bin Baz”. Jawab Syaikh Albani : “Silakan, laporkan saja”. Kemudian pemuda tersebut bertemu dengan Syaikh bin Baz di Makkah dan menceritakan kejadian yang dialaminya dengan Syaikh Albani. Maka Syaikh bin Baz tertawa dan berkata : “Itu adalah fatwa orang yang belum pernah merasakan sedapnya disaman polis!” (Sumber : Majalah Al Furqon edisi 5/7 th 1428 H, menukil dari kitab “Al Imam Ibnu Baz, Durus wa Mawaqif wa ‘Ibar” karangan Syaikh As-Sadhan).

2. Suatu hari Syaikh bin Baz bertanya kepada seorang penuntut ilmu : “Mengapa engkau tidak berpoligami”? Ia menjawab : “Ya Syaikh, saya seorang yang ber’tauhid’ (maksudnya ‘tauhid’ = cukup satu istri)”. Maka Syaikh berkata : “Kesian, itu adalah tauhidnya orang penakut (dengan istri)”. (Sumber : Majalah Al Furqon edisi 6/7 th 1428 H, menukil dari kitab “Al Imam Ibnu Baz, Durus wa Mawaqif wa ‘Ibar” karangan Syaikh As-Sadhan).

3. Syaikh Ihsan al-Utaibi bercerita : Setelah selesai shalat di Masjidil Haram, Syaikh Ibnu Utsaimin mencari taxi untuk pergi ke suatu tempat. Maka beliau menghentikan sebuah taxi yang kebetulan lewat. Ketika dalam taxi, driver taxi bertanya : “ Nama anda siapa wahai Syaikh?”. Syaikh menjawab : “Muhammad bin Utsaimin”. Driver taxi terkejut dan berkata : “Antum Syaikh Utsaimin ?” Ia mengira Syaikh berbohong, kerana ia tidak mengenal Syaikh Utsaimin. Syaikh menjawab : “Ya, saya Syaikh Utsaimin. Sedangkan engkau, siapa namamu wahai saudaraku?” Syaikh balik bertanya. Driver taxi yang mengira Syaikh berbohong balas menjawab : “Saya Syaikh bin Baz !” Syaikh Utsaimin lalu tertawa dan bertanya : “Engkau Syaikh bin Baz? Bukankah beliau tidak bisa melihat dan tidak bisa menyetir kereta?”. Mendengar perkataan Syaikh, driver taxi tak bisa berkata apa-apa kerana malu, dan barulah sedar bahwa penumpangnya memang Syaikh Utsaimin yang sebenar. (Sumber : “Sahafat Musiqah min Hayatil Imam Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin”)